Critical Review : Islamic Credit Cards How do They Work, and Is There a Better Alternative?
Critical Review
KARTU
KREDIT SYARIAH : BAGAIMANA PRAKTIKNYA DAN ADAKAH ALTERNATIF LEBIH BAIK?
Bukhari M. S. Sillah (Islamic Development Bank)
ISLAMIC CREDIT CARDS : HOW DO THEY
WORK, AND IS THERE A BETTER ALTERNATIVE?
Faqih Muhammad Arif - Ilmu Ekonomi Syariah
Abstrak
Jurnal ini membahas penggunaan kartu kredit yang
merupakan salah satu metode pembayaran nontunai yang tumbuh dan berkembang
secara eksponensial saat ini. Kartu kredit saat ini umumnya menggunakan
saldo kredit yang dibuat oleh bank untuk melakukan pembayaran. Bank dalam
hal ini menagih pemegang kartu untuk menggunakan sistem pembayaran kredit atau
berdasarkan saldo hutang. Biaya pengisian berdasarkan saldo terutang bisa
sama hukumnya dengan Riba Nasiah. Untuk menghindari riba ini, bank syariah
telah mengemas kartu mereka berdasarkan prinsip-prinsip transaksi secara
Islami. Paket-paket ini termasuk kartu Charge,
kartu Qardh Al-Hasan, kartu Bai’ Al-Inah, kartu Tawarruq, dan kartu Murabahah. Paket-paket
kartu tersebut dalam praktiknya kurang patuh terhadap prinsip syariah yang
dapat menimbulkan kritik berbagai pihak karena dapat menimbulkan celah riba dan
gharar yang diharamkan, disamping mark-up yang tinggi atas nasabah pengguna
kartu kredit. Jurnal ini mencoba untuk mengkritisi paket kartu yang ditawarkan
oleh Bank, serta memberikan alternatif lebih baik berupa modifikasi Kartu
Tawarruq berbasis aset dan jual beli sesuai syariah. Jurnal ini juga memberikan
pandangan terhadap penggunaan Kartu Kredit Syariah dalam pandangan ulama
muamalat kontemporer, khususnya di Malaysia.
Kata Kunci: Kartu kredit syariah, riba, tawarruq,
syariah, kompetitif
1. Tujuan (Objective)
Jurnal ini bertujuan
untuk menganalisis penggunaan Kartu Kredit Syariah sebagai metode pembayaran
non-tunai yang sedang tumbuh secara eksponensial di dunia Islam. Tren kartu
kredit syariah di berbagai negara ini dalam praktiknya memiliki banyak
kekurangan dan ketidakpatuhan terhadap syariah sebagaimana yang diakadkan di
awal. Jurnal ini mencoba memberikan cara pandang baru dalam paket-paket dan
akad dalam Kartu Kredit Syariah yang berkembang melalui modifikasi akad
Tawarruq yang telah lazim digunakan di Malaysia dengan prinsip-prinsip yang
lebih Islami sebagai alternatif akad Tawarruq
Munazhamah dan akad lainnya yang dianggap bertentangan dengang syara’ dan
mengenakan mark-up yang terlalu
tinggi.
2. Pendekatan (Approach)
Pendekatan yang
digunakan dalam Jurnal ini adalah Pendekatan Literatur dan Praktik Kartu Kredit
Syariah di Malaysia, berserta pandangan para cendekiawan Muamalah Muslim
Kontemporer. Pendekatan tersebut membagi pihak-pihak yang terlibat dalam
penerbitan Kartu Plastik Kredit Syariah tersebut. Terdapat empat pihak dalam
bisnis kartu kredit. Mereka adalah perusahaan layanan jaringan (networks service companies), pedagang (merchants), penerbit kartu (card issuers), dan pemegang kartu (cardholders). Perusahaan layanan
jaringan, seperti Visa dan MasterCard memberikan pengakuan/rekognisi dan layanan
berbasis merek berupa Visa/Plus atau MasterCard/Cirrus. Pedagang (merchant) berlangganan jaringan untuk
menerima kartu sebagai perangkat untuk pembayaran barang dan service layanan. Bank
mengeluarkan kartu (card issuer), dan
beberapa perusahaan jaringan mengeluarkan kartu mereka sendiri. Pelanggan yang
mendatangi Bank bertindak sebagai pemegang kartu (cardholder). Perusahaan layanan jaringan membebankan biaya
kepada merchant dan card issuer. Pendekatan lain yang digunakan ialah dengan
melihat Kartu kredit sebagai pendorong pengeluaran yang impulsif, peningkatan e-shopping, dan kebutuhan uang tunai
instan dari pemegang kartu. Keuangan Islami tidak dapat mengabaikan
manfaat kartu kredit syariah dalam meningkatnya permintaan pembayaran digital,
dan peranan yang dimainkannya dalam e-commerce.
3. Tinjauan Umum (General View)
1.
Tidak Kompatibel
(Non-Compatibility)
Kartu kredit dapat mendorong pengeluaran
impulsif, konsumerisme, dan proliferasi hutang. Konsekuensi dari penggunaan
kartu kredit ini dapat menyalahi perilaku konsumsi yang Islami. Umat Islam
diperintahkan untuk tidak mengonsumsi secara berlebihan, dan semestinya kredit
harus diambil untuk memenuhi tekanan kebutuhan hidup dan bukan untuk bermewah-mawahan. Model
perbankan syariah yang murni didasarkan pada prinsip-prinsip pembagian untung
dan rugi, akan sulit untuk mengadopsi penggunaan kartu kredit, walaupun secara
Islami karena pada hakikatnya tidak ada pembagian untung atau rugi dalam bisnis
kartu kredit tersebut. Beberapa ulama kontemporer kini telah menemukan metode
alternatif atas kartu kredit dan tidak sepenuhnya melarang penggunaan Kartu Kredit
Syariah.
2.
Kartu Kredit
Konvensional dengan Ketentuan Khusus (Conventional Credit Cards
with conditions)
Hakikatnya, biaya dalam kartu kredit
konvensional sesuai dengan prinsip Syariah. Hal yang membuatnya tidak
sesuai dengan syariah adalah Biaya bunga (interest
charges). Oleh karena itu, beberapa ulama berpendapat bahwa jika
pemegang kartu dapat menahan diri dari penarikan tunai dan mengembalikan uang
yang digunakan dalam masa tenggang, maka dia tidak akan berurusan dengan Riba
(bunga). Klausa bunga dalam kredit konvensional tergantung pada penarikan
tunai dan pembayaran terlambat, dan pemegang kartu dapat memilih untuk
menghindari klausa ini. Namun, Council of
the Islamic Figh Academy tidak menyetujui penggunaan kartu kredit
konvensional, karena klausa bunga adalah bagian dari kontrak, dan pemegang
kartu akan merasa sulit untuk menolak pembayaran terlambat karenanya.
3.
Charge Cards/Prepaid Credit Cards
Untuk menghindari bunga, beberapa bank syariah
telah menggunakan charge atau kartu kredit prabayar. Uang dalam kartu
tagihan adalah setoran dari pemegang kartu dimana bank memberikan kepadanya
kartu plastik untuk memudahkan pembayaran digital. Bank membebankan biaya
kepada pemegang kartu untuk penggunaan layanan jaringan dan keanggotaan (memberships). Kartu plastik dapat
diperlakukan sebagai properti bank, dan bank dapat menyewakannya kepada
pemegang kartu (ijarah). Kartu biaya
umum di Timur Tengah dan sering dianggap sebagai kartu kredit Islam
non-kontroversial. Jenis kartu ini dapat disebut kartu debit dengan fitur
layanan jaringan. Dapat dilihat bahwa penggunaan kartu ini mengalahkan
tujuan kredit dari use-now menjadi pay-later, dan itu menjadi tidak
kompetitif.
4.
Kartu Kredit Qardh Al-Hasan
Dalam kartu ini, alih-alih meminta pelanggan
mengisi kartu dengan uangnya sendiri, bank mengisi kartu dengan pinjaman tanpa
bunga (Qardh Al-Hasan). Pemegang
kartu kemudian menggunakan uang itu dan mengembalikannya pada saat jatuh
tempo. Sebagai imbalannya, pemegang kartu membayar biaya untuk menjadi
anggota pada kelas kartu tertentu dan untuk menggunakan fasilitas jaringan
layanan pembayaran digital berdasarkan agensinya. Biaya yang dikenakan harus
tetap terlepas dari jumlah uang yang digunakan oleh pemegang kartu. Biaya
tersebut hanya dapat bervariasi dari satu jenis kartu ke kartu lainnya, bukan
berdasarkan jumlah pemakaian. Pemegang kartu (cardholder) dapat dihukum karena default dan pembayaran terlambat,
dan uang penalti harus ditarik sebagai dana sosial yang bukan merupakan bagian
penghasilan untuk bank. Namun, menawarkan Qard Al-Hasan ke pelanggan dengan
maksud untuk menarik mereka dan secara terus-menerus mengambil manfaat melalui
biaya agensi dapat mengalahkan alasan yang eksistensial dari Qardh al-Hasan
tersebut. Terdapat pula godaan untuk memvariasikan biaya sesuai dengan
jumlah uang yang digunakan, dan tentunya ini sama saja dengan membebankan bunga
(charging interest)
5.
Kartu Kredit Bai’
Al-Inah
Kartu kredit Bai’ al-Inah pertama kali
diperkenalkan di Malaysia dengan maksud untuk menghindari masalah mengisi kartu
dengan Qardh al-Hasan atau meminta pemegang kartu mengisinya dengan uangnya
sendiri. Dalam akad ini terdapat dua transaksi penjualan. Transaksi
pertama adalah penjualan yang ditangguhkan, di mana bank menjual aset tertentu
kepada pemohon kartu dengan harga yang ditangguhkan. Penjualan kedua
adalah penjualan spot, di mana pemohon kartu menjual kembali aset yang sama kepada
bank dan hasil penjualan ini disimpan ke dalam kartu. Perbedaan antara
harga ditangguhkan dan harga spot merupakan keuntungan bagi bank. Keuntungan
ini hanya terwujud ketika pemegang kartu menggunakan uang itu dan gagal
mengembalikannya dalam masa tenggang. Tidak ada keuntungan majemuk dan
tidak ada biaya atas keterlambatan pembayaran laba. Bank dapat membebankan
biaya untuk layanan jaringan dan keanggotaan kartu. Pelunasan dan pembayaran
yang terlambat dapat dikenai sanksi dimana uang penalti akan diberikan sebagai dana
sosial.
Kartu kredit ini menuai banyak sekali kritik
pada tiga hal: i. niat, ii. kepemilikan dan iii. kredit bergulir. Dari
segi niat, beberapa mazhab termasuk Hanafi, Maliki, Hanbali, telah menolak Bai’
al-Inah karena dipandang sebagai pengakalan hukum untuk mengkonsumsi Riba
(bunga). Tujuannya adalah untuk mendapatkan uang hari ini dengan menukar
uang di masa depan dengan harga yang berbeda dan itu merupakan Riba
Nasi 'ah (bunga pinjaman yang ditangguhkan). Aset dalam transaksi
penjualan adalah dalih untuk membebankan bunga. Hal Kepemilikan aset
sangat dipertanyakan. Tidak jelas bagaimana bank menjual dan membeli
kembali aset yang sama yang kepemilikannya harus ditransfer dan ditetapkan
untuk pemohon kartu sebelum dia menjualnya kembali ke bank. Aset yang sama
akan digunakan kembali dalam membuat beberapa kartu kredit sepanjang aset
tersebut dapat hal ini dapat dianggap fiktif. Masalah terakhir dengan
kredit Bai’ Al-Inah adalah kredit bergulir dimana pembayarannya di-refill
menjadi isi ulang kartu yang baru, dan isi ulang ini dapat membutuhkan
penjualan Bai’ Al-Inah yang baru. Karena kritik ini, kartu kredit Bai’
Al-Inah tidak berkembang luas di luar Malaysia dan sekarang telah ditinggalkan
bahkan di Malaysia.
6.
Kartu Kredit Tawarruq
Kartu Kredit Tawarruq berusaha untuk mengurangi
permasalahan pada niat dan kepemilikan pada akad Bai’ al-Inah. Alih-alih
meminta bank untuk membeli kembali aset, pihak ketiga masuk dan membeli aset
dari pemohon kartu. Untuk menunjukkan bahwa pemohon kartu memiliki
kepemilikan aset, pemegang kartu dikatakan memiliki kehendak bebas untuk
melepaskan aset tersebut kepada pihak ketiga, dan bahwa penjualan
bank kepadanya tidak tergantung pada pemohon kartu untuk menjual kembali
ke bank. Namun, aplikasi Tawarruq ini tidak luput sepenuhnya dari masalah
kontrak bersyarat (conditional contract
problems). Ketika seorang pelanggan mengajukan kartu, kemudian bank
pergi dan membeli aset di pasar spot, kemudian menjualnya kepada pemohon kartu
dengan harga yang ditangguhkan atau dengan harga Murabahah dan mendapatkan
perbedaan antara kedua harga tersebut. Bank tidak akan membeli di pasar
spot kecuali jika pemohon kartu setuju untuk membeli dari bank dengan harga
ditangguhkan atau harga Murabahah dan ini adalah kontrak bersyarat yang dapat
menjadi menyalahi aturan Syariah. Masalah keuntungan pada pembayaran
yang digunakan kembali (Reused Repayments)
juga dapat muncul dalam aplikasi Tawarruq, kecuali serangkaian Tawarruq dilakukan
untuk setiap penggunaan kembali jumlah yang dikembalikan, karenanya Kartu
Tawarruq banyak dipraktikkan oleh beberapa bank Islam.
7.
Kartu Kredit Murabahah
Monzer Kahf mengusulkan kartu kredit yang tidak
memiliki uang dan karenanya secara otomatis akan menolak penarikan
tunai. Kartu hanya dapat digunakan untuk pembelian barang dan
jasa. Kartu plastik memungkinkan pemegang kartu untuk bertindak sebagai perantara/agen
bagi bank untuk melakukan pembelian. Artinya, ketika pemegang kartu
menggunakan kartu, ia pertama kali membeli atas nama bank, ia kemudian berganti
dari agen menjadi pembeli barang dan jasa dari bank pada penjualan
Murabahah. Pembelian emas atau perak tidak akan diizinkan, karena
penjualan emas dan perak secara murabahah dengan pembayaran yang ditangguhkan
tidak sesuai dengan Syariah. Kartu yang diusulkan ini memiliki empat
masalah: i. pembatasan penarikan tunai, ii. masalah kepemilikan,
iii. layanan Murabahah, dan iv. harga. Kartu kredit Murabahah
menghalangi pemegangnya dari penarikan tunai, yang merupakan fitur penting bagi
kartu kredit untuk memenuhi kebutuhan uang tunai darurat para pemegang kartu. Dengan
demikian, kartu kredit yang melarang penarikan tunai tidak akan kompetitif di
negara-negara berkembang. Kartu kredit Murabahah akan bermasalah dari segi
kepemilikan, karena pemegang kartu menjadi agen mutlak bagi bank dalam
melakukan semua pembelian dan pembayaran tanpa sepengetahuan bank tentang
kekhususan pembelian dan pembayaran.
Kemudian, agen berganti menjadi pembeli dan bank
menjadi penjual untuk melakukan penjualan Murabahah dan mengalihkan kepemilikan
pembelian ke pemegang kartu. Pertanyaannya adalah, apakah bank benar-benar
mengambil kepemilikan atas pembelian dari pemegang kartu sebelum dapat mentransfernya
kembali ke pemegang kartu? Jika kepemilikan ini tidak ditetapkan secara
hukum, maka penjualan Murabahah akan melahirkan Gharar (ketidakpastian) dan
tidak sesuai dengan kaidah syariah. Di sisi lain, kartu kredit Murabahah
yang memungkinkan pembelian barang menyiratkan murabahah pada layanan, seperti
pendidikan, umrah, makan malam di restoran, dan lain-lain.
Penjualan murabahah pada layanan dipertanyakan
karena bank dapat mengalami kesulitan untuk mengambil kepemilikan atas layanan
ini dan menjualnya kepada pemegang kartu. Masalah terakhir dengan kartu
kredit Murabahah adalah aturan penetapan harga. Jika bank menentukan
tingkat Murabahah pada saat penerbitan kartu, itu akan melibatkan Gharar karena
pada saat penerbitan barang atau jasa yang akan dibeli tidak diketahui akibatnya
harga biaya tidak diketahui. Mark-up
Murabahah tidak dapat ditentukan tanpa sepengetahuan harga biayanya. Jika
satu kurs Murabahah ditetapkan untuk semua barang dan jasa, maka hal tersebut
berarti tidak mempertimbangkan heterogenitas barang dan jasa. Dengan
demikian, kartu ini membutuhkan tarif dan kontrak Murabahah baru di setiap
pembelian atau penggunaan kartu, dan karenanya kartu tidak akan kompetitif.
4. Hasil dan Pembahasan (Discussion)
Jurnal ini memberikan alternatif berupa Tawarruq-Extension Credit Card (TE-CC). Kartu
kredit Tawarruq pada penjelasan sebelumnya kompetitif karena harga mereka tidak
lebih tinggi dari kartu konvensional. Akan tetapi, dalam praktik tawarruq
tersebut banyak hal yang tidak sesuai dengan syariah, khususnya dalam kasus
Tawarruq yang terorganisasi (Organized
Tawarruq), dimana ke-pemilikan bank atas aset yang
mendasarinya sangat singkat dan pembelian serta penjualan aset tersebut pada
saat yang sama dijalankan. Hal ini menjadi perdagangan tanpa risiko dan
keuntungan darinya adalah tanpa risiko, karenanya menarik kecurigaan akan
tercemar Riba. Pemegang kartu juga harus segera menjual aset untuk
menyetor hasil dalam kartu untuk inisiasi kartu. Pencairan aset oleh pemohon
kartu instan ini mengabaikan fakta bahwa pemohon kartu tidak sering membutuhkan
uang tunai secara instan, melainkan di masa mendatang ketika ia mulai
menggunakan kartu untuk pembelian dan pembayaran. Oleh karena itu, pemohon
harus membeli dan memegang aset sampai tiba saatnya untuk melakukan pembelian
dan pembayaran. Kartu kredit ekstensi Tawarruq memperkenalkan elemen beli dan
tahan (buy and hold element) ini
dalam kepemilikan aset yang mendasarinya untuk meningkatkan kepatuhan terhadap
syariah. Untuk menjaga fitur kredit bergulir, kartu kredit Tawarruq harus
menjalankan kontrak Murabahah baru untuk setiap penggunaan kembali pembayaran,
dan ini umumnya tidak terjadi. Akibatnya, tingkat kepatuhan akan Syariah
menjadi berkurang. Kartu kredit ekstensi-Tawarruq tidak memutar uang tunai
atau utang. Pembayaran umumnya disalurkan ke pengisian aset yang dipegang oleh
pemegang kartu. Penerbit kartu tidak perlu memungut biaya atas
keterlambatan pembayaran. Pembayaran yang terlambat akan menghambat plafon
penggunaan kartu, dan mereka akan pergi untuk mengisi kembali aset yang
dipegang oleh pemegang kartu. Agar kartu ini berfungsi, dibutuhkan keberadaan
empat platform yaitu universal banking, pasar sekuritas yang ramai, perdagangan
elektronik, dan penyimpanan saham umum. Dengan TE-CC, pemegang kartu
menjadi investor di pasar sekuritas, dan bank yang mengeluarkannya kartu
menjadi wali investasi. Pasar sekuritas yang dinamis dengan perdagangan
elektronik diperlukan untuk memenuhi likuidasi dan pembelian aset yang berkelanjutan
oleh wali amanat investasi ketika pemegang kartu menggunakan dan membayar
kembali kartu kredit. Stok penyimpanan memperluas cakrawala pilihan aset
yang tersedia bagi bank untuk menerbitkan kartu kredit Tawarruq-ekstensi.
Model yang diambil dalam jurnal ini memungkinkan
penarikan tunai dalam cadangan kas, dan penarikan di luar cadangan tunai yang akan
memicu penjualan saham. Bank dapat menawarkan Qardh Al-Hasan ketika
pembelian atau penarikan berada di luar cadangan uang tunai untuk memenuhi waktu
pemrosesan penjualan stok pemegang kartu. Tidak ada biaya atas
keterlambatan pembayaran dan tidak ada kredit berputar, melainkan pemegang
kartu menggunakan cadangan kasnya sendiri atau hasil penjualan
aset. Pelunasannya dilakukan untuk mengisi kembali cadangan kas atau
investasi saham pada sekuritas.
Kredit ekstensi Tawarruq dapat mengurangi
perdebatan atas masalah kepemilikan tanpa risiko atau fiktif. Kartu ini
juga dapat menyelesaikan masalah kredit bergulir dan menghilangkan kebutuhan
untuk menarik biaya atas keterlambatan pembayaran. Ketiga penyesuaian ini
meningkatkan kepatuhan kartu kredit Tawarruq terhadap Syariah. Dengan
mark-up yang masuk akal dan potensi
bagi pemegang kartu untuk mendapatkan keuntungan dari investasi yang
mendasarinya, kartu kredit ekstensi Tawarruq akan menjadi kartu yang
kompetitif.
5. Review
Jurnal ini adalah salah
satu jurnal yang mencoba membahas penggunaan Kartu Kredit Syariah yang
diterapkan di negara-negara di dunia. Berpijak dari penggunaan beberapa akad
dan paket dalam Kartu Kredit Syariah, khususnya di Malaysia, terdapat Paket
Kartu Qardh Al-Hasan, Kartu Murabahah, Kartu Tawarruq, dan Kartu Bai’ Al-Inah.
Diantara akad dan paket kartu plastik tersebut setelah ditelusuri lebih lanjut
masih terdapat celah untuk terjadinya ketidaksesuaian atau ketidakpatuhan
terhadap prinsip-prinsip Syariah yang semestinya diterapkan sesuai dengan akad
antara pihak-pihak yang bersangkutan, yakni Bank sebagai Card Issuer dan Nasabah sebagai Cardholder.
Penggunaan Kartu Kredit
Syariah dalam praktiknya juga masih mengandung unsur pengakalan (hilah) terhadap Riba Nasiah pada
beberapa akad yang dimungkinkan karena adanya Multi-Akad dalam Kartu Kredit
Syariah. Untuk menghindari permasalahan tersebut, beberapa ulama kontemporer
dan Bank Syariah di beberapa negara menerapkan Kartu Kredit Isi-Ulang (Prepaid) untuk menghindari perdebatan
dan kritik dalam penggunaan Kartu Kredit Syariah. Namun demikian, masalah yang
muncul ialah tidak kompetitifnya penggunaan kartu tersebut, padahal semestinya
peneterasi penggunaan Kartu Kredit Syariah adalah hal yang kompetitif
dibandingkan dengan Kartu Kredit Konvensional.
Jurnal ini membahas
secara global masalah-masalah kontemporer dalam praktik Penerbitan dan
Penggunaan berbagai Paket dan Akad dalam Kartu Kredit Syariah berdasarkan
Penelitian dan Penelusuran secara Pustaka atas Literatur Sebelumnya, sayangnya
tanpa disertai dengan Pijakan Dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman
dalam menentukan kesyariahan sebuah transaksi dan akad dalam Kartu Kredit
Syariah. Jurnal ini juga tidak menjelaskan secara detail akad-akad apa saja
yang terdapat dalam suatu Paket Kartu Kredit Syariah dimana Bank dan Nasabah
sebagai pihak bersangkutan dapat bertransaksi dalam Akad Majemuk (Multi-Akad)
yang oleh sebagian ulama Syafi’i dan Hambali diharamkan (Rifai, 2018).
Kartu Kredit Syariah
hingga saat ini tetap akan menimbulkan berbagai isu dan kritik dikarenakan
belum sesuainya akad dan praktik yang sesungguhnya pada Perbankan Syariah.
Penerapan Kartu Kredit Syariah yang diajukan dalam Jurnal ini berupa
Tawarruq-Ekstensi di satu sisi dapat menjadi solusi awal untuk mengatasi kritik
atas Tawarruq Munazamah di Malaysia yang kontroversial, namun di sisi lain,
perlu diingat bahwa diawal Jurnal ini disebutkan bahwa Kartu Kredit baik
Syariah maupun Konvensional dapat menyebabkan impulsi pengeluaran yang berujung
pada konsumerisme yang bertentangan dengan kaidah Syariah untuk menghindari Israaf (Berlebih-lebihan). Perlu
ditinjau kembali semestinya ialah seberapa jauh Kartu Kredit Syariah dapat
mencegah perilaku konsumtif tersebut dan apakah efektif penggunaannya bila pada
mesin EDC yang digunakan secara
global tidak ada batasan yang jelas merchant mana saja yang diizinkan dan tidak
diizinkan untuk bertransaksi dengan Kartu Kredit Syariah.
Kartu Kredit Syariah
dengan Model Tawarruq-Ekstensi secara teoritis dapat dilihat lebih kompleks
untuk diterapkan dalam Perbankan Syariah karena kini underlying asset yang
digunakan harus berbentuk Stock
(Saham Syariah) pada Sekuritas yang melibatkan Bank dan Nasabah. Perlu ditinjau
kembali bahwa dalam Pasar Saham yang diperdagangkan dalam Sekuritas, walaupun
berlabel Syariah tetap mengandung Riba dan Gharar. Saham yang dibeli sebagai
syarat dalam akad Tawarruq-Ekstensi dapat mengandung riba karena saham yang
dibeli berarti sebuah asset kepemilikan atas suatu perusahaan, ketika
perusahaan tersebut melakukan pinjaman dengan Bank Konvensional atau Lembaga
Keuangan yang Ribawi, maka transaksi dalam Akad Tawarruq-Ekstensi dapat terkena
riba walaupun dapat dianggap berupa debu riba dari transaksi lainnya. Tak
sampai disitu, saham (stocks) yang
menjadi syarat dalam transaksi akad Tawarruq-Ekstensi ini juga bisa mengandung
Gharar (Ketidakpastian) ketika dalam Prinsip Buy and Hold diterapkan, maka akan terdapat fluktuasi dalam
praktiknya yang memungkinkan kepatuhan terhadap syariah akan berkurang dan hal
ini sesuai dengan pendapat ulama mutakkhirin terhadap Pasar Modal yang dianggap
Syubhat.
6. Kesimpulan (Conclusion)
Kartu kredit merupakan metode
pembayaran penting di seluruh dunia yang mendominasi kegiatan e-commerce dan belanja online. Kartu
Kredit Syariah memungkinkan pelanggan untuk menikmati jalur kredit dari bank
untuk melakukan pembelian dan pembayaran. Bank
memberi pelanggan masa tenggang untuk membayar kredit dan menghindari biaya
bunga. Bunga dibebankan saat
masa tenggang berakhir, dan beberapa bank mengenakan bunga atas penarikan
tunai. Selain pendapatan bunga,
bank dapat membebankan biaya untuk keanggotaan kartu dan untuk penggunaan
layanan jaringan dari perusahaan kartu kredit, seperti VISA dan MasterCard.
Bank syariah tidak dapat
membebankan bunga atas penjualan kredit atau penarikan tunai. Beberapa
ulama melihat kartu kredit sebagai sumber pembelanjaan impulsif, konsumerisme,
dan proliferasi utang yang tidak sesuai prinsip syariah . Namun
demikian, bank syariah tidak dapat mengabaikan peningkatan peran kartu kredit
sebagai cara pembayaran modern dimana mereka
harus menemukan solusi yang sesuai
dengan Syariah. Solusi ini termasuk
kartu biaya (Charges Card), kartu
Qard al-hasan, kartu Bay al-Inah, kartu Tawarruq dan kartu Murabahah. Beberapa
solusi ini mengalami penurunan tingkat kepatuhan
Syariah dan yang lainnya tidak kompetitif. Kepatuhan
Syari’ah menurun ketika kepemilikan dari aset yang mendasari menjadi tanpa
risiko atau fiktif, dan ketika bank membebankan biaya retribusi dari kredit
bergulir dan penarikan tunai. Kartu Kredit Syairah
tidak kompetitif ketika harga mereka lebih tinggi daripada kartu konvensional sebagai
rival mereka.
Dalam tulisan ini, diusulkan
beberapa penyesuaian pada kartu kredit Tawarruq agar lebih sesuai
dan kompetitif. Dalam kartu Tawarruq
yang dimodifikasi ini (Kartu Kredit Tawarruq-Ekstensi), pemegang kartu
diperbolehkan untuk memegang aset dasar dalam bentuk aslinya selama ia tidak
membutuhkan uang tunai. Aset yang mendasarinya
dijual secara proporsional untuk memenuhi pembayaran dan pembelian kartu. Kepemilikan
aset, yang dianggap sebagai saham biasa, memberikan pemegang kartu potensi
untuk memperoleh kemungkinan apresiasi harga atau pembayaran dividen. Tidak
ada biaya penarikan tunai dan tidak perlu untuk kontrak Murabahah tambahan
untuk memungkinkan penggunaan kembali pembayaran. Semua
pembayaran langsung untuk mengisi cadangan kas atau investasi saham. Hanya
ada satu kontrak Murabahah, dan kontrak tersebut dilaksanakan antara pemegang
kartu dan bank untuk menginisiasi kartu. Mark-up yang ditetapkan selama
validitas kartu dalam hal ini adalah satu-satunya pembayaran berkala reguler
yang dilakukan oleh pemegang kartu kepada bank sebagai penerbit kartu.
Jurnal ini tidak
memberikan pandangan terhadap dalil-dalil syara’ yang berdasarkan Al-Qur’an dan
As-Sunnah, serta tidak menjelaskan secara rinci akad-akad majemuk apa yang
digunakan dalam Paket Kartu tersebut. Akad Tawarruq-Ekstensi ini perlu
ditelusuri dan dikembangkan lebih lanjut mengingat Saham sebagai Aset milik Nasabah
dipertimbangkan sebagai syarat untuk terjadinya inisiasi dan aktivasi Kartu
Kredit Syariah yang diterbitkan oleh Bank Syariah. Perdebatan terhadap
kepatuhan Syariah yang melibatkan Sekuritas dan Pasar Saham juga perlu untuk
menjadi pertimbangan dalam Akad Tawarruq-Ekstensi ini sehingga tidak terjadi hilah (pengakalan) terhadap hukum syara
yang memungkinkan celah terjadinya Riba dan Gharar dalam Penerapan Kartu Kredit
yang sesuai dengan Syariah.
Referensi
Antonio, M. S.
(2001). Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
Dewan Syariah
Nasional – Majelis Ulama Indonesia (2006). Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No:
54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card
Kahf, Monzer and
Mohammad, Amiirah Nabee. (2016). Credit cards: contemporary issues from economic
and Shari’ah perspective. JKAU Islamic
Economics, Vol. 29 (1), pp. 57-80. http://iei.kau.edu.sa/Files/121/Files/153873_29-01-04-Monzer.pdf.
Mustafa, U. A.
(2012). Syariah Card Perspektif Al-Maqasid Syariah. Jurnal Ekonomi Islam,
3.
Nazaruddin, AW.
(2007). Credit Card Pada Institusi Keuangan Syariah dalam Kajian Fiqh Iqtishad,
Jurnal Media Syariah, vol. VIII, 62.
Press. Ascarya.
(2012). Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rifai, A. Boys.
(2018). Analisa Kesesuaian Kartu Kredit
Syariah Terhadap Fatwa No.54/DSN-MUI/X/2006 Tentang Syariah Card Pada Produk IB
Hasanah Card Bank BNI Syariah. Jurnal
Al-Infaq : Ekonomi Islam, vol. IX, 64.
Shaharuddin, Amir.
(2012). The Bay Al-Inah Controversy In Malaysian Islamic Banking. Islamic Science University of Malaysia. http://www.kantakji.com/banks/the-bay-al-inah-controversy-in-malaysian-islamic-banking.aspx?download=true.
Comments
Post a Comment